Minggu, 06 Januari 2013

Resume buku PETANI

TUGAS ANTROPOLOGI PERDESAAN
RESUME BUKU PETANI


Nama            : Andhina Nur Jayanti
NIM              : 071017083



DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEMESTER GANJIL V
2012/2013


Tugas Antropologi Pedesaan
Resume Buku Eric R. Wolf :  PETANI Suatu Tinjauan Antropologis

Dalam buku ini, Eric R. Wolf selaku penulis membahas tentang umat manusia yang ada di pertengahan jalan antara suku primitif dan masyarakat industri. Bagaimana penulis melihat evolusi masyarakat manusia dari kehidupan kaum tani pedesaan (peasantry) yang menjadi tulang punggung tatanan sosial. Lebih lanjut penulis menuturkan bahwa dunia petani itu tidaklah tanpa bentuk (amarphous), tetapi sebaliknya dunia petani merupakan dunia yang teratur dengan bentuk-bentuk organisasi khas.

Bab I: Kaum Tani dan Masalah-Masalah Mereka
Minat para ahli antropologi pada studi-studi mengenai penduduk pedesaan yang merupakan bagian dari masyarakat kebanyakan dan lebih kompleks. Berbeda dengan sebuah kelompok manusia primitif atau tribe yang dahulu menjadi obyek kajian antropologi, kini mereka telah musnah dan para antropolog pun beralih ke petani pedesaan. Petani pedesaan (peasant) adalah mereka yang bercocok tanam dan berternak di pedesaan, tanpa menggunakan ruangan tertutup (greenhouse) atau kotak-kotak aspidistra, serta tidak melakukan usaha dalam arti ekonomi. Petani pedesaan mengelola sebuah rumah tangganya sendiri, bukan seperti perusahaan bisnis.
Perkembangan peradaban merupakan perkembangan suatu tatanan sosial yang kompleks berdasarkan penggolongannya ke dalam kaum penguasa dan kaum tani yang menghasilkan pangan. Kemampuan seseorang untuk bertahan hidup dalam pembagian kerja yang fungsional antara pencocok tanam dan kaum penguasa adalah kosekuensi sederhana dimana tenaga yang dikeluarkan sepadan dengan pendapatannya. Pada kenyataannya, para pencocok tanam hanya dapat bekerja keras dan menerima hasil yang tidak sepadan dengan tenaga yang sudah ia keluarkan. Petani tersebut bertahan hidup dengan cara sedemikan kerasnya. Mungkin saja seorang petani akan menghentikan usaha-usaha produktifnya di ladang begitu kebutuhan minimum kalorinya dan dana penggantinya sudah  terjamin.
Ada dua perangkat imperatif sosial dalam pemenuhan surplus-surplus sosial yaitu: a) Dana Serimonial. Seperti di masyarakat pada umumnya, selain pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan primer. Mereka juga harus menyelenggarakan hubungan-hubungan sosial di antar sesamanya. Misalnya, dalam hal mencarikan jodoh untuk kerabat, menjaga ketertiban, dan saling membantu memenuhi kebutuhan dasar (primer) sesamanya. Dalam sebuah hubungan sosial tidak pernah semata-mata karena bermanfaat dan dianggap sebagai alat belaka. Tetapi setiap hubungan sosial selalu dikelilingi konstruksi-konstruksi simbolik yang menjelaskan, membenarkan dan mengaturnya. Semua hubungan sosial tidak terlepas dari adanya upacara atau seremoni yang harus dibayar dengan kerja, barang maupun uang. SEbuah dana guna membiayai pengeluaran-pengeluaran upacara sosial disebut dana serimonial (Ceremonial Fund). Besar kecilnya dana seremonial suatu masyarakat itu sangat relative. b)Dana Sewa Tanah. Di masyarakat yang kompleks terdapat hubungan-hubungan sosial yang tidak simetris, dalam bentuk penyelengaraan kekuasaan. Dimana seseorang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dan efektif (domain) atas petani. Sehingga petani mengalami beban permanen atas produksinya. Dana sewa tanah adalah dana yang harus dikeluarkan petani –baik dengan bekerja, hasil tanaman, atau uang- untuk membiayai beban permanen produksinya, sebagai akibat adanya hak yang lebih tinggi atas pekerjaanya. Kerugian petani merupakan keuntungan bagi pemegang kekuasaan, oleh karena dana sewa tanah yang disediakan petani adalah bagian dari dana kekuasaan yang dapat digunakan pemegang kekuasaan.
Perkembangan kota-kota besar sejalan dengan berkembanganya  peradaban manusia. Petani pedesaan biasanya didefinisikan sebagai pencocok tanam yang mempunyai hubungan tetap dengan kota besar. Dimana para petani pedesaan, bercocok tanam yang kemudian hasilnya dijual ke kota untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat kota. Pada awalnya, tujuan utama perekonomian petani adalah untuk memenuhi anggaran konsumsi tahunan keluarganya.  Seiring berjalanya waktu, perubahan demi perubahan tidak dapat dielakkan. Alat-alat pertanian tradisional kini tergantikan dengan alat-alat canggih, perkembangan dari teknologi. Sehingga, petani pun dihadapkan pada permaasalahan abadi yakni masalah mencari keseimbangan antara tuntutan-tuntutan dari luar dan kebtuhan petani itu sendiri untuk menghidupi keluarganya. Ada dua strategi yang dapat ditempuh kaum tani untuk mengatasi permasalahan mendasar itu. Yang pertama, dengan memperbesar produksi. Di saat beban tradisional petani berkurang atas dana sewa tanah, ia akan menopang usahanya untuk meningkatkan kedudukan ekonomi. Dan yang kedua adalah dengan cara mengurangi konsumsi. Dimana para kaum tani melakukan usaha-usaha efisiensi untuk menekan jumlah pengeluaran dari hasil yang telah ia dapatkan. Kedua startegi ini, sangatlah bertentangan satu sama lain meskipun tak jarang petani menggabungkan keduanya.
Dengan demikian eksistensi kaum tani tidak sekedar hubungan antar petani dan bukan petani, melainkan suatu tipe penyesuaian (adaptasi) terhadap komunikasi sikap-sikap dan semua kegiatan yang bertujuan untuk menopang petani bertahan diri bersama sesamanya di dalam satu tatanan sosial dari ancaman keberlangsungan hidup mereka.

Bab II : Aspek – Aspek Ekonomi Kaum Tani
            Petani mempunyai strategi untuk mendapatkan barang dan jasa yang tidak mereka hasilkan sendiri. Dalam kehidupan rumah tangga petani ada banyak hal yang harus diperhatikan, yakni : kebutuhan akan kehidupannya, persoalan yang muncul dalam pergantian penerus generasi dan upacara serimonial. Kaum tani pun menyesuaikan diri dengan keadaan ekologis, untuk mendapatkan seperangkat pengalihan makanan dan alat-alat dalam menggunakan sumber energi organik di p roses produksinya. Kedua perangkat tersebut secara bersamaan membentuk satu sistem pengalihan (transfer) energi dari lingkungan (ecotype) kepada manusia. Ekotipe pun dibagi menjadi dua, yaitu : a) Paleoteknik ditandai oleh penggunaan tenaga manusia dan hewan, jenis ekotipe ini merupakan pengolahan tanah yang terlahir langsung saat Revolusi Pertaniaan Pertama. dan b) Neoteknik ditandai oleh semakin besarnya ketergantungan terhdap energi bahan bakar dan keterampilan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan. Jenis ekotipe ini merupakan bagian kedua dari revolusi pertanian yang terlahir di Eropa dan sejalan dengan Revolusi Industri.
           
Bab III : Aspek Sosial Petani
Organisasi sosial petani, di mulai dari unit terkecil dan paling intim tempat petani hidup yaitu keluarga. Selanjutnya, beralih ke unit-unit yang lebih besar dan berpengaruh pada eksistensi petani. Sehingga terbentuk tatanan sosial yang lebih besar dimana keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok petani harus bergerak.
Kaum tani memiliki kelompok domestik dimana mereka hidup dalam kekeluargaan. Seperti jenis keluarga pada umumnya, di keluarga petani pun terdapat dua jenis keluarga yakni keluarga inti dan keluarga luas. Pada dasarnya keluarga inti atau batih terbentuk karena adanya perkawinan dan terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak mereka. Sedangkan keluarga luas adalah kumpulan dari beberapa keluarga inti dalam satu kerangka organisasi.
Sesungguhnya keluarga inti terdiri dari beberapa perangkat diadik –atau hubungan antar dua orang-. Pertama, Sexual Dyad (Diad Seksual). Hubungan yang berdasarkan coitus (hubungan kelamin) yang terjadi diantara seorang laki-laki dan seorang wanita. Hubungan tersebut mengikat secara sosial apabila diizinkan oleh masyarakat. Kedua, Maternal Dyad (Diad ibu-anak). Hubungan yang terjadi diantara ibu dengan anaknya. Ketiga, Paternal Dyad (Paternal Diad) hubungan yang terjadi diantara adik-kakak, antara saudara perempuan dengan saudara laki-lakinya.
Keluarga luas mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai oleh keluarga inti. Dimana mereka dapat bekerja sama saling bahu-membahu menciptakan kesejahteraan keluarga. Sehingga pekerjaan pun menjadi mudah untuk dilaksanakan. Meskipun begitu, keluarga luas mempunyai permasalahanya sendiri. Ketegangan-ketegangan yang timbul dalam keluarga luas tidak nampak pada keluarga kecil. Misalnya, ketegangan antar generasi yang dipicu oleh berkembangnya pengetahuan dari generasi muda dan kolotnya aturan dari generasi sebelumnya. dan ketegangan antar laki-laki dengan perempuan akan kesetaraan gender. Sebaiknya setiap keluarga luas mempunyai aturan-aturan dasar yang kokoh untuk mencegah unit itu pecah berantakan.
Adanya suatu keluarga inti secara dominan di dalam masyarakat petani dapat keketahui melalui : a)Gejala Sementara adalah kondisi perbatasan dimana pasangan muda melepaskan diri dari ikatan keluarga mereka untuk mengolah tanah yang masih luas. Namun, kondisi tersebut hanya sementara saja sebelum kembali ke keluarga luas. b) Keterbatasan Lahan/Tanah sebagai akibat pewarisan tanah. Sehingga luas tanah yang ada dibagi-bagi kepda sejumlah anaknya. Sehingga yang kaya semakin kaya dan besar, sedangka yang miskin semakin bertambah miskin dan terpinggirkan. langkanya sumber daya tanah akan menambah beban yang semakin besar pada solidaritas keluarga-keluarga luas. Timbulnya jalan keluar alternatif melalui pemisahan diri dari keluarga luas untuk mencari pekerjaan berbeda. Bermigrasi menjadi keluarga inti. c) Berlakunya sistem buruh-upah. Dimana orang disewa untuk tenaga kerja secara perorangan, bukan untuk tenaga kerja keluarganya secara keseluruhan. d)Kondisi pengolahan tanah secara intensif untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga inti itu sendiri.
Dalam keluarga inti pembagian kerja diberi tekanan di dalam masyarakat akan tetapi tidak dalam keluarga. Sedangkan keluarga luas konsisten dengan pembagian kerja yang diberi tekanan di dalam lingkungan keluarga namun tidak di dalam masyarakat. Dengan sendirinya pembagian kerja sangat meningkat sejalan dengan pertumbuhan industrialisme yang berdampak langsung terhadap jumlah orang di bidang pertaniaan. Di waktu yang bersamaan, pergeseran permintan dari hasil-hasil pertanian ke produk-produk industri mempunyai implikasi penting bagi kelangsungan eksistensi kaum tani. Perubahan dalam organisasi produksi itu dengan sendirinya disertai gejala tersisihnya kaum tani secara serentak.
Kelompok domestik petani tidak hanya rawan terhadap kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup dan menjaga solidaritas di dalamnya. Kelompok ini juga harus bisa bertahan terus, dalam hal regenerasi. Setiap pergantian generasi tua oleh generasi muda dapat mengancam eksistensi rumah tangga petani dalam susunannya yang lama. Sehingga ada peraturan khusus yang mengatur tentang pergantian generasi itu. Aturan-aturan yang mengatur tentang warisan, peralihan sumber-sumber daya adan penguasaan atasnya dari generasi satu ke generasi selanjutnya –pada dasarnya dibagi menjadi dua sistem waris-. Impartible Inheritance (Sistem waris yang tidak dapat dibagi) adalah sistem waris yang menyangkut pengalihan sumber-sumber daya kepada ahli waris tunggal. Contohnya rumah dan pekarangan yang diwariskan kepada sesorang atas izin kepala rumah tangga.  Dalam sistem ini, petani dapat mempertahankan keutuhan tanah milik keluarga. Sedangkan, Partible Inheritance (Sistem waris yang dapat dibagi) adalah sistem waris yang menyangkut lebih dari satu orang ahli waris. Dalam sistem ini, rumah dan perkarangan dibagi-bagikan kepada beberapa ahli waris. Sehingga tanah milik keluarga tidak lagi terjaga keutuhannya.
Erick R. Wolf mencoba memberi penjelasan fungsional menenai pola-pola pewarisan itu. Ada dua konteks utama dalam hal ini, yaitu : a) Konteks Ekologis yang menyangkut hubungan antara teknologi dengan lingkungan dan b) Konteks Hirarki Sosial yang menyangkut hubungan kelompok domestik dengan pranata-pranata dan mekanisme-mekanisme politik dan ekonomi lainnya pada tingkat yang lebih tinggi.
Kaum tani selalu rawan terhadap seperangkat tekanan yang datang dari luar dan sangat mengancam eksistensinya. Pertama, tekanan dari ekotipe petani itu sendiri. Tekanan ini berasal dari lingkungan yang hanya sebagian saja dapat dikuasai atau tidak dapat dikuasai. Kedua,tekanan dari sistem sosial kaum tani. Tekanan yang timbul dari keharusan untuk mempertahankan kelangsungan rumah tangga dalam menghadapi anggota yang tidak puas dan ingin berdiri senidri. Ketiga, tekanan yang datang dari masyarakat yang lebih luas dimana rumah dan ladang petani itu merupakan bagian. Tekanan ini dapat bersifat ekonomis dan berwujud keharusan membayar upeti, sewa tanah, atau bunga atas pinjaman. Dapat pula bersifat politis, berupa campur tangan legislatif terhadap otonomi petani. Atau bahkan bersifat militer, seperti kegiatan wajib militer bagi kaum muda –sehingga lahan pertanian kehilangan satu bagian strategis dari persediaan tenaga kerjanya-. Tekanan-tekanan seperti itu dialami oleh semua petani, hanya saja tidak merata. Seiring berjalannya waktu kita dapat memperkirakan adanya rumah tangga – rumah tangga yang lebih menderita dari pada yang lainnya. Sehingga tekanan itu mempunyai daya selektif untuk mendorong kelangsungan hidup dan berfungsi mengadakan diferensiasi dikalangan kaum tani. Artinya, petani dapat menahan efek yang membeda-bedakan dari tekanan-tekanan selektif yang menimpa itu dengan jalan membagi rata dampaknya.
Kaum tani tidak hanya mengadakan koalisi dengan sesama mereka untuk menghadapi tekanan-tekanan selektif yang menimpa mereka, secara individual mereka pun berusaha mengatasinya. Koalisi diantara petani tidak selalu mengkaitkan hubungan petani dengan petani lainnya, melainkan hubungan petani dengan kaum atasan yang bukan petani. Menurut Eric, ada tiga kriteria yang membedakan berbagai macam koalisi petani yaitu : a) Koalisi Berkepentingan Sama adalah koalisi yang dibangun antar mereka yang punya kepentingan tunggal. Manystranded –banyak benang- adalah koalisi yang terbentuk oleh banyak ikatan yang saling menjalin dan saling mengcakup satu sama lainnya. Contohnya dalam hubungan kekerabatan, persahabatan dan bertetangga di dalamnya terdapat aturan yang memberikan sanksi-sanksi sosial apabila dilanggar. Singlestranded –satu benang-adalah koalisi yang sederhana dimana hanya menyangkut kepentingan tunggal dan relevan, tanpa harus ada keterlibatan kehidupan. b) Jumlah Orang Yang Terlibat Dalam Koalisi bisa diadik(melibatkan dua kelompok orang) atau poliadik(melibatkan banyak kelompok orang). c) Koalisi Yang Setara adalah koalisi yang melibatkan petani dengan orang-orang yang mempunyai peluang hidup yang sama, dan menempati posisi yang sama pula dalam suatu tatanan sosial. Koalisi Horizontal, terjadi di antar petani dan Koalisi Vertikal terjadi diantara petani dengan orang luar yang punya kedudukan lebih tinggi.

Bab IV : Kaum Tani dan Tatanan Ideologis
            Petani merupakan bagian dari satu tatanan sosial yang lebih luas, mereka punya bagian dalam pengertian simbolik dari suatu ideologi menyangkut kodrat pengalaman manusiawi. Ideologi itu terbuatdari perbuatan dan gagasan, upacara dan kepercayaan, dan perangkat perbuatan dan gagagsan itu memiliki fungsi. Fungsi ideologi tersebut dapat membantu menanggulangi ketegangan yang timbul saat berlangsungnya transaksi di antara orang-orang dan memperkuat sentiment-sentimen yang menentukan kontinuitas sosial.
Dalam rangkaian upacara atau serimonial mempunyai satu fungsi khusus dalam rangka meng-sahkan unit-unit sosial dan hubungan-hubungan di antara mereka. Lebih lanjut, seremoni berfungsi untuk mendukung dan mempersatukan perangkat-perangkat pelaku yang, apabila tidak ada seremoni itu dapat bertengkar satu sama lain dan mencari identitas sosial sendiri. Sedangkan upacara petani difokuskan kepada tindakan, tidak kepada kepercayaan.
Keinginan untuk menciptakan tatanan sosial yang adil dan kesamarataan -lepas dari tatanan sosial bersifat hirarkis yang selama ini ada di lingkungan petani-. memimbulkan gerakan-gerakan protes dalam bentuk yang sederhana di kalangan petani.


ANALISA :
Setelah membaca dan meresume buku karya Eric R. Wolf “PETANI Suatu Tinjauan Antropologis” berikut analis yang dapat saya sampaikan:
            Dengan pendekatan antropologis penulis membahas mengenai kehidupan kaum tani pedesaan atau yang dalam bahasa Inggris disebut “peasant”. Penekanan dalam kata peasant di buku ini, sejalan dengan pembahasan penulis mengenai kaum tani pedesaan. kenapa harus kaum tani pedesaan atau peasant? karena menurut penulis, peasant itu ada antara kategori manusia primitif dan  masyarakat industri. Dari posisinya yang unik ini, Eric R. Wolf ingin mengetahui lebih dalam lagi : siapakah sebenarnya peasant, masalah-masalah apa saja yang ada di sekitar peasant, dan bagaimana peasant dapat mengantisipasi atau menangani permasalahan tersebut.
            Beda antara manusia primitive dengan kaum petani pedesaan ada pada sifat keterlibatannya. Dimana pada kehidupan perekonomian manusia primitive, mereka menggunakan sebagian besar hasil produksinya, selain untuk kepentingan rumah tanganya sendiri- tetapi juga mereka gunakan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban kekerabatan- dan tidak ada motif untuk mengambil keuntungan. Keterlibatan antar kaum petani pedesaan dalam kegiatan kekerabatan sangat erat hubungannya. Karena ada pepatah mengatakan ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Inilah cerminan dari pepatah tersebut, para petani itu bekerja secara kekeluargaan dan saling melengkapi satu sama lainnya. Sehingga semua beban berat akan menjadi mudah terangkat apabila dipikul bersama. Bagi kaum ini, kebersamaan menjadi modal utama kehidupan mereka.
            Sedangkan kaum petani pedesaan mengalami perubahan dari yang tadinya tradisional –hampir seperti manusia primitive- kini beralih ke peasant yang lebih mencari keuntugan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. Hal ini terjadi seiring dengan Revolusi Industri, Industrialisasi yang masuk ke sistem pertanian peasant  membuat mereka mengalami kecendrungan untuk mengonsumsi lebih dan adanya kekuasaan yang lebih tinggi –yang berfungsi untuk menjual hasil pertanian peasant keluar wilayahnya. Sehingga, biaya produksi semakin bertambah besar dan hasil yang didapatkan peasant tidak bisa mencukupi keperluannya –baik untuk kebutuhan rumah tangganya sendiri dan kebutuhan untuk memelihara kekerabatan.
            Dari penjabaran di atas, dapat saya analisa bahwa ada sebuah sistem dalam peasant modern (peasant – Revolusi Petani Kedua) untuk mengalami kondisi seperti itu –pemiskinan. Keterbatasan-keterbatasan dan ketegangan-ketegangan semakin memperkeruh permasalahan yang ada, karena bukan hanya menyangkut rumah tangga peasant, tetapi tatanan sosial yang hidup bersamanya. Juga bukan hanya masalah pertanian saja, tetapi masalah-masalah lain yang lebih kompleks di luar pertanian. Sehingga, wajar apabila pada akhirnya timbul gerakan-gerakan petani yang menuntut keadilan dan kesamarataan kesejahteraan. Gerakan petani ini sebagai bentuk dari ekspresi kegarangan dan kemarahan petani yang sudah tidak bisa terbendung lagi.

Berikut ini saya coba untuk mengkomparasikannya dengan peasant yang ada di Indonesia :
              Konsep mengenai peasant sekurang-kurangnya mengacu pada tiga pengertian yang berbeda. Konsep pertama mengacu pada pandangan Gillian Hart (1986), Robert Hefner (1990), dan Paul Alexander dkk (1991), yang menyatakan bahwa istilah peasant ditujukan kepada semua penduduk pedesaan secara umum, tidak peduli apapun pekerjaan mereka. Konsep kedua mengacu pada pandangan James C. Scott (1976) dan Wan Hashim (1984), yang menyatakan bahwa peasant tidak mencakup seluruh pedesaan, tetapi hanya terbatas kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Konsep ketiga atau terakhir mengacu pada pandangan Eric Wolf yang kemudian diikuti oleh Frank Ellis (1988), yang menyatakan bahwa peasant ditujukan untuk menunjukkan golongan yang lebih terbatas lagi, yaitu hanya kepada petani yang memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan tersebut untuk mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidupnya, bukan untuk dijual, atau yang di Indonesia biasa disebut sebagai petani pemilik penggarap. (Witrianto, Makalah Apa dan Siapa Petani)
Menurut Soekartawi,dkk dalam bukunya Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 1, disebutkan bahwa Peasant atau yang biasa juga disebut sebagai petani kecil, merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Ciri-ciri petani yang tergolong sebagai peasant adalah sebagai berikut:
1. Mengusahakan pertanian dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat.
2. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah.
3. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten.
4. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya.
Pengertian petani kecil yang telah disepakati pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979 (BPLPP, 1979), adalah:
1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita per tahun.
2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani tersebut juga mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di luar Jawa.
3. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
4. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.

Wharton (1969) memperkirakan bahwa setengah dari penduduk dunia bergantung kepada pertanian subsisten dan sekitar 40 persen tanah pertanian digarap oleh petani kecil. Selanjutnya Wharton memperkirakan bahwa 60 persen dari semua petani adalah petani kecil yang menghasilkan sekitar 40 persen dari seluruh produksi pertanian. Mc Namara (1973) mengatakan bahwa lahan pertanian di dunia berbentuk usahatani yang luasnya kurang dari 5 hektar. Usaha tani kecil yang jumlahnya sekitar 130 juta ini menyediakan kehidupan langsung kepada milyaran penduduk. Selanjutnya Mc Namara memperkirakan bahwa sebagian besar penduduk desa negara-negara berkembang yang berjumlah sekitar 2,7 milyar pada tahun 2000, menggantungkan diri mereka pada usahatani kecil. Meskipun ini hanya merupakan perkiraan kasar, namun angka tersebut menunjukkan pentingnya peranan petani kecil atau peasant dalam pembangunan dunia.

SUMBER :
*      R. Wolf, Erik. Petani Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta. Rajawali. 1985.

*      Marzali, Amri, Konsep Peasant dan Kajian Masyarakat Pedesaan di Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta.

*      Scott, James C., (1994), Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta.

*      Soekartawi, et al., (1986), Ilmu Usaha tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil, UI Press, Jakarta.

3 komentar:

  1. makasiih kak (y)
    salam kenal, sri juga antropologi UNAND :)

    BalasHapus
  2. KABAR BAIK BERITA BAIK

    Saya Nyonya Mirabel Daniels adalah kreditur pinjaman yang dapat diandalkan dan sah.
    Kami menawarkan kondisi nyata dan mudah dengan tingkat bunga 2%. dari
    $ 1.000 - $ 100.000. Euro dan Pounds IDR. Saya memberikan pinjaman kepada pengusaha juga untuk:

    Kredit pribadi,
    Pinjaman mahasiswa,
    Kredit transportasi
    Pinjaman bisnis.
    pinjaman perusahaan

    hubungi saya langsung untuk informasi lebih lanjut.
    Email: mirabeldanielloanfirm@gmail.com

    BalasHapus
  3. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus