TUGAS
ANTROPOLOGI PERDESAAN
RESUME BUKU PETANI
Nama : Andhina Nur Jayanti
NIM : 071017083
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEMESTER GANJIL
V
2012/2013
Tugas
Antropologi Pedesaan
Resume Buku
Eric R. Wolf : PETANI Suatu Tinjauan
Antropologis
Dalam buku ini, Eric R.
Wolf selaku penulis membahas tentang umat manusia yang ada di pertengahan jalan
antara suku primitif dan masyarakat industri. Bagaimana penulis melihat evolusi
masyarakat manusia dari kehidupan kaum tani pedesaan (peasantry) yang menjadi tulang punggung tatanan sosial. Lebih
lanjut penulis menuturkan bahwa dunia petani itu tidaklah tanpa bentuk (amarphous), tetapi sebaliknya dunia
petani merupakan dunia yang teratur dengan bentuk-bentuk organisasi khas.
Bab I: Kaum Tani dan Masalah-Masalah Mereka
Minat para ahli antropologi
pada studi-studi mengenai penduduk pedesaan yang merupakan bagian dari
masyarakat kebanyakan dan lebih kompleks. Berbeda dengan sebuah kelompok
manusia primitif atau tribe yang
dahulu menjadi obyek kajian antropologi, kini mereka telah musnah dan para
antropolog pun beralih ke petani pedesaan. Petani pedesaan (peasant) adalah mereka yang bercocok
tanam dan berternak di pedesaan, tanpa menggunakan ruangan tertutup (greenhouse) atau kotak-kotak aspidistra, serta tidak melakukan usaha
dalam arti ekonomi. Petani pedesaan mengelola sebuah rumah tangganya sendiri,
bukan seperti perusahaan bisnis.
Perkembangan peradaban
merupakan perkembangan suatu tatanan sosial yang kompleks berdasarkan
penggolongannya ke dalam kaum penguasa dan kaum tani yang menghasilkan pangan. Kemampuan
seseorang untuk bertahan hidup dalam pembagian kerja yang fungsional antara
pencocok tanam dan kaum penguasa adalah kosekuensi sederhana dimana tenaga yang
dikeluarkan sepadan dengan pendapatannya. Pada kenyataannya, para pencocok
tanam hanya dapat bekerja keras dan menerima hasil yang tidak sepadan dengan
tenaga yang sudah ia keluarkan. Petani tersebut bertahan hidup dengan cara
sedemikan kerasnya. Mungkin saja seorang petani akan menghentikan usaha-usaha
produktifnya di ladang begitu kebutuhan minimum kalorinya dan dana penggantinya
sudah terjamin.
Ada dua perangkat
imperatif sosial dalam pemenuhan surplus-surplus sosial yaitu: a) Dana Serimonial. Seperti di
masyarakat pada umumnya, selain pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan primer.
Mereka juga harus menyelenggarakan hubungan-hubungan sosial di antar sesamanya.
Misalnya, dalam hal mencarikan jodoh untuk kerabat, menjaga ketertiban, dan
saling membantu memenuhi kebutuhan dasar (primer) sesamanya. Dalam sebuah
hubungan sosial tidak pernah semata-mata karena bermanfaat dan dianggap sebagai
alat belaka. Tetapi setiap hubungan sosial selalu dikelilingi
konstruksi-konstruksi simbolik yang menjelaskan, membenarkan dan mengaturnya.
Semua hubungan sosial tidak terlepas dari adanya upacara atau seremoni yang
harus dibayar dengan kerja, barang maupun uang. SEbuah dana guna membiayai
pengeluaran-pengeluaran upacara sosial disebut dana serimonial (Ceremonial Fund). Besar kecilnya dana
seremonial suatu masyarakat itu sangat relative. b)Dana Sewa Tanah. Di masyarakat yang kompleks terdapat
hubungan-hubungan sosial yang tidak simetris, dalam bentuk penyelengaraan
kekuasaan. Dimana seseorang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dan efektif
(domain) atas petani. Sehingga petani mengalami beban permanen atas
produksinya. Dana sewa tanah adalah dana yang harus dikeluarkan petani –baik
dengan bekerja, hasil tanaman, atau uang- untuk membiayai beban permanen
produksinya, sebagai akibat adanya hak yang lebih tinggi atas pekerjaanya.
Kerugian petani merupakan keuntungan bagi pemegang kekuasaan, oleh karena dana
sewa tanah yang disediakan petani adalah bagian dari dana kekuasaan yang dapat
digunakan pemegang kekuasaan.
Perkembangan kota-kota
besar sejalan dengan berkembanganya peradaban manusia. Petani pedesaan biasanya
didefinisikan sebagai pencocok tanam yang mempunyai hubungan tetap dengan kota
besar. Dimana para petani pedesaan, bercocok tanam yang kemudian hasilnya
dijual ke kota untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat kota. Pada awalnya,
tujuan utama perekonomian petani adalah untuk memenuhi anggaran konsumsi
tahunan keluarganya. Seiring berjalanya
waktu, perubahan demi perubahan tidak dapat dielakkan. Alat-alat pertanian
tradisional kini tergantikan dengan alat-alat canggih, perkembangan dari
teknologi. Sehingga, petani pun dihadapkan pada permaasalahan abadi yakni
masalah mencari keseimbangan antara tuntutan-tuntutan dari luar dan kebtuhan
petani itu sendiri untuk menghidupi keluarganya. Ada dua strategi yang dapat ditempuh kaum tani untuk mengatasi
permasalahan mendasar itu. Yang pertama, dengan memperbesar produksi. Di saat beban tradisional petani berkurang
atas dana sewa tanah, ia akan menopang usahanya untuk meningkatkan kedudukan
ekonomi. Dan yang kedua adalah dengan cara mengurangi
konsumsi. Dimana para kaum tani melakukan usaha-usaha efisiensi untuk
menekan jumlah pengeluaran dari hasil yang telah ia dapatkan. Kedua startegi
ini, sangatlah bertentangan satu sama lain meskipun tak jarang petani
menggabungkan keduanya.
Dengan demikian
eksistensi kaum tani tidak sekedar hubungan antar petani dan bukan petani,
melainkan suatu tipe penyesuaian (adaptasi) terhadap komunikasi sikap-sikap dan
semua kegiatan yang bertujuan untuk menopang petani bertahan diri bersama
sesamanya di dalam satu tatanan sosial dari ancaman keberlangsungan hidup
mereka.
Bab II : Aspek – Aspek Ekonomi Kaum Tani
Petani mempunyai strategi untuk mendapatkan barang dan
jasa yang tidak mereka hasilkan sendiri. Dalam kehidupan rumah tangga petani
ada banyak hal yang harus diperhatikan, yakni : kebutuhan akan kehidupannya,
persoalan yang muncul dalam pergantian penerus generasi dan upacara serimonial.
Kaum tani pun menyesuaikan diri dengan
keadaan ekologis, untuk mendapatkan seperangkat
pengalihan makanan dan alat-alat
dalam menggunakan sumber energi organik di p roses produksinya. Kedua perangkat
tersebut secara bersamaan membentuk satu sistem pengalihan (transfer) energi dari lingkungan (ecotype) kepada manusia. Ekotipe pun
dibagi menjadi dua, yaitu : a) Paleoteknik ditandai oleh penggunaan
tenaga manusia dan hewan, jenis ekotipe ini merupakan pengolahan tanah yang
terlahir langsung saat Revolusi Pertaniaan Pertama. dan b) Neoteknik ditandai oleh
semakin besarnya ketergantungan terhdap energi bahan bakar dan keterampilan
yang diberikan oleh ilmu pengetahuan. Jenis ekotipe ini merupakan bagian kedua
dari revolusi pertanian yang terlahir di Eropa dan sejalan dengan Revolusi
Industri.
Bab III : Aspek Sosial Petani
Organisasi sosial
petani, di mulai dari unit terkecil dan paling intim tempat petani hidup yaitu
keluarga. Selanjutnya, beralih ke unit-unit yang lebih besar dan berpengaruh
pada eksistensi petani. Sehingga terbentuk tatanan sosial yang lebih besar
dimana keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok petani harus bergerak.
Kaum tani memiliki kelompok domestik dimana mereka hidup dalam kekeluargaan.
Seperti jenis keluarga pada umumnya, di keluarga petani pun terdapat dua jenis
keluarga yakni keluarga inti dan
keluarga luas. Pada dasarnya keluarga inti atau batih terbentuk karena
adanya perkawinan dan terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak mereka. Sedangkan
keluarga luas adalah kumpulan dari beberapa keluarga inti dalam satu kerangka
organisasi.
Sesungguhnya keluarga
inti terdiri dari beberapa perangkat
diadik –atau hubungan antar dua orang-. Pertama, Sexual Dyad (Diad Seksual). Hubungan yang
berdasarkan coitus (hubungan kelamin)
yang terjadi diantara seorang laki-laki dan seorang wanita. Hubungan tersebut mengikat
secara sosial apabila diizinkan oleh masyarakat. Kedua, Maternal Dyad (Diad ibu-anak). Hubungan yang terjadi
diantara ibu dengan anaknya. Ketiga, Paternal Dyad (Paternal Diad)
hubungan yang terjadi diantara adik-kakak, antara saudara perempuan dengan
saudara laki-lakinya.
Keluarga luas mempunyai
kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai oleh keluarga inti. Dimana mereka dapat
bekerja sama saling bahu-membahu menciptakan kesejahteraan keluarga. Sehingga
pekerjaan pun menjadi mudah untuk dilaksanakan. Meskipun begitu, keluarga luas
mempunyai permasalahanya sendiri. Ketegangan-ketegangan yang timbul dalam
keluarga luas tidak nampak pada keluarga kecil. Misalnya, ketegangan antar
generasi yang dipicu oleh berkembangnya pengetahuan dari generasi muda dan kolotnya
aturan dari generasi sebelumnya. dan ketegangan antar laki-laki dengan
perempuan akan kesetaraan gender. Sebaiknya setiap keluarga luas mempunyai
aturan-aturan dasar yang kokoh untuk mencegah unit itu pecah berantakan.
Adanya suatu keluarga
inti secara dominan di dalam masyarakat petani dapat keketahui melalui :
a)Gejala Sementara adalah kondisi perbatasan dimana pasangan muda melepaskan
diri dari ikatan keluarga mereka untuk mengolah tanah yang masih luas. Namun,
kondisi tersebut hanya sementara saja sebelum kembali ke keluarga luas. b)
Keterbatasan Lahan/Tanah sebagai akibat pewarisan tanah. Sehingga luas tanah
yang ada dibagi-bagi kepda sejumlah anaknya. Sehingga yang kaya semakin kaya
dan besar, sedangka yang miskin semakin bertambah miskin dan terpinggirkan.
langkanya sumber daya tanah akan menambah beban yang semakin besar pada
solidaritas keluarga-keluarga luas. Timbulnya jalan keluar alternatif melalui
pemisahan diri dari keluarga luas untuk mencari pekerjaan berbeda. Bermigrasi
menjadi keluarga inti. c) Berlakunya sistem buruh-upah. Dimana orang disewa
untuk tenaga kerja secara perorangan, bukan untuk tenaga kerja keluarganya
secara keseluruhan. d)Kondisi pengolahan tanah secara intensif untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga keluarga inti itu sendiri.
Dalam keluarga inti
pembagian kerja diberi tekanan di dalam masyarakat akan tetapi tidak dalam
keluarga. Sedangkan keluarga luas konsisten dengan pembagian kerja yang diberi
tekanan di dalam lingkungan keluarga namun tidak di dalam masyarakat. Dengan
sendirinya pembagian kerja sangat meningkat sejalan dengan pertumbuhan
industrialisme yang berdampak langsung terhadap jumlah orang di bidang
pertaniaan. Di waktu yang bersamaan, pergeseran permintan dari hasil-hasil
pertanian ke produk-produk industri mempunyai implikasi penting bagi
kelangsungan eksistensi kaum tani. Perubahan dalam organisasi produksi itu
dengan sendirinya disertai gejala tersisihnya kaum tani secara serentak.
Kelompok domestik petani
tidak hanya rawan terhadap kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup dan menjaga
solidaritas di dalamnya. Kelompok ini juga harus bisa bertahan terus, dalam hal
regenerasi. Setiap pergantian generasi tua oleh generasi muda dapat mengancam
eksistensi rumah tangga petani dalam susunannya yang lama. Sehingga ada
peraturan khusus yang mengatur tentang pergantian generasi itu. Aturan-aturan
yang mengatur tentang warisan, peralihan sumber-sumber daya adan penguasaan
atasnya dari generasi satu ke generasi selanjutnya –pada dasarnya dibagi
menjadi dua sistem waris-. Impartible
Inheritance (Sistem waris yang tidak dapat dibagi) adalah sistem waris
yang menyangkut pengalihan sumber-sumber daya kepada ahli waris tunggal. Contohnya
rumah dan pekarangan yang diwariskan kepada sesorang atas izin kepala rumah
tangga. Dalam sistem ini, petani dapat
mempertahankan keutuhan tanah milik keluarga. Sedangkan, Partible Inheritance
(Sistem waris yang dapat dibagi) adalah sistem waris yang menyangkut lebih dari
satu orang ahli waris. Dalam sistem ini, rumah dan perkarangan dibagi-bagikan
kepada beberapa ahli waris. Sehingga tanah milik keluarga tidak lagi terjaga
keutuhannya.
Erick R. Wolf
mencoba memberi penjelasan fungsional menenai pola-pola pewarisan itu. Ada dua
konteks utama dalam hal ini, yaitu : a)
Konteks Ekologis yang menyangkut hubungan antara teknologi dengan
lingkungan dan b) Konteks Hirarki Sosial
yang menyangkut hubungan kelompok domestik dengan pranata-pranata dan
mekanisme-mekanisme politik dan ekonomi lainnya pada tingkat yang lebih tinggi.
Kaum tani selalu rawan
terhadap seperangkat tekanan yang datang dari luar dan sangat mengancam
eksistensinya. Pertama, tekanan dari
ekotipe petani itu sendiri. Tekanan ini berasal dari lingkungan yang hanya
sebagian saja dapat dikuasai atau tidak dapat dikuasai. Kedua,tekanan dari sistem sosial kaum tani. Tekanan
yang timbul dari keharusan untuk mempertahankan kelangsungan rumah tangga dalam
menghadapi anggota yang tidak puas dan ingin berdiri senidri. Ketiga, tekanan yang datang dari masyarakat yang
lebih luas dimana rumah dan ladang petani itu merupakan bagian. Tekanan ini
dapat bersifat ekonomis dan berwujud keharusan membayar upeti, sewa tanah, atau
bunga atas pinjaman. Dapat pula bersifat politis, berupa campur tangan
legislatif terhadap otonomi petani. Atau bahkan bersifat militer, seperti
kegiatan wajib militer bagi kaum muda –sehingga lahan pertanian kehilangan satu
bagian strategis dari persediaan tenaga kerjanya-. Tekanan-tekanan seperti itu
dialami oleh semua petani, hanya saja tidak merata. Seiring berjalannya waktu
kita dapat memperkirakan adanya rumah tangga – rumah tangga yang lebih
menderita dari pada yang lainnya. Sehingga tekanan itu mempunyai daya selektif
untuk mendorong kelangsungan hidup dan berfungsi mengadakan diferensiasi
dikalangan kaum tani. Artinya, petani dapat menahan efek yang membeda-bedakan
dari tekanan-tekanan selektif yang menimpa itu dengan jalan membagi rata
dampaknya.
Kaum tani tidak hanya
mengadakan koalisi dengan sesama mereka untuk menghadapi tekanan-tekanan
selektif yang menimpa mereka, secara individual mereka pun berusaha
mengatasinya. Koalisi diantara petani tidak selalu mengkaitkan hubungan petani
dengan petani lainnya, melainkan hubungan petani dengan kaum atasan yang bukan
petani. Menurut Eric, ada tiga kriteria yang membedakan berbagai macam koalisi
petani yaitu : a) Koalisi Berkepentingan
Sama adalah koalisi yang dibangun antar mereka yang punya kepentingan
tunggal. Manystranded –banyak benang- adalah koalisi yang terbentuk
oleh banyak ikatan yang saling menjalin dan saling mengcakup satu sama lainnya.
Contohnya dalam hubungan kekerabatan, persahabatan dan bertetangga di dalamnya
terdapat aturan yang memberikan sanksi-sanksi sosial apabila dilanggar. Singlestranded
–satu benang-adalah koalisi yang sederhana dimana hanya menyangkut
kepentingan tunggal dan relevan, tanpa harus ada keterlibatan kehidupan. b) Jumlah Orang Yang Terlibat Dalam
Koalisi bisa diadik(melibatkan dua kelompok orang) atau poliadik(melibatkan
banyak kelompok orang). c) Koalisi Yang
Setara adalah koalisi yang melibatkan petani dengan orang-orang yang
mempunyai peluang hidup yang sama, dan menempati posisi yang sama pula dalam
suatu tatanan sosial. Koalisi Horizontal,
terjadi di antar petani dan Koalisi
Vertikal terjadi diantara petani dengan orang luar yang punya kedudukan lebih
tinggi.
Bab IV : Kaum Tani dan Tatanan Ideologis
Petani
merupakan bagian dari satu tatanan sosial yang lebih luas, mereka punya bagian
dalam pengertian simbolik dari suatu ideologi menyangkut kodrat pengalaman
manusiawi. Ideologi itu terbuatdari perbuatan dan gagasan, upacara dan
kepercayaan, dan perangkat perbuatan dan gagagsan itu memiliki fungsi. Fungsi
ideologi tersebut dapat membantu menanggulangi ketegangan yang timbul saat
berlangsungnya transaksi di antara orang-orang dan memperkuat sentiment-sentimen
yang menentukan kontinuitas sosial.
Dalam rangkaian upacara
atau serimonial mempunyai satu fungsi khusus dalam rangka meng-sahkan unit-unit
sosial dan hubungan-hubungan di antara mereka. Lebih lanjut, seremoni berfungsi
untuk mendukung dan mempersatukan perangkat-perangkat pelaku yang, apabila
tidak ada seremoni itu dapat bertengkar satu sama lain dan mencari identitas
sosial sendiri. Sedangkan upacara petani difokuskan kepada tindakan, tidak
kepada kepercayaan.
Keinginan untuk
menciptakan tatanan sosial yang adil dan kesamarataan -lepas dari tatanan
sosial bersifat hirarkis yang selama ini ada di lingkungan petani-. memimbulkan
gerakan-gerakan protes dalam bentuk yang sederhana di kalangan petani.
ANALISA :
Setelah membaca dan meresume buku karya
Eric R. Wolf “PETANI Suatu Tinjauan Antropologis” berikut analis yang dapat saya sampaikan:
Dengan
pendekatan antropologis penulis membahas mengenai kehidupan kaum tani pedesaan
atau yang dalam bahasa Inggris disebut “peasant”.
Penekanan dalam kata peasant di buku
ini, sejalan dengan pembahasan penulis mengenai kaum tani pedesaan. kenapa
harus kaum tani pedesaan atau peasant? karena
menurut penulis, peasant itu ada
antara kategori manusia primitif dan
masyarakat industri. Dari posisinya yang unik ini, Eric R. Wolf ingin
mengetahui lebih dalam lagi : siapakah sebenarnya peasant, masalah-masalah apa saja yang ada di sekitar peasant, dan bagaimana peasant dapat mengantisipasi atau
menangani permasalahan tersebut.
Beda
antara manusia primitive dengan kaum petani pedesaan ada pada sifat
keterlibatannya. Dimana pada kehidupan perekonomian manusia primitive, mereka
menggunakan sebagian besar hasil produksinya, selain untuk kepentingan rumah
tanganya sendiri- tetapi juga mereka gunakan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
kekerabatan- dan tidak ada motif untuk mengambil keuntungan. Keterlibatan antar
kaum petani pedesaan dalam kegiatan kekerabatan sangat erat hubungannya. Karena
ada pepatah mengatakan ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Inilah cerminan
dari pepatah tersebut, para petani itu bekerja secara kekeluargaan dan saling
melengkapi satu sama lainnya. Sehingga semua beban berat akan menjadi mudah
terangkat apabila dipikul bersama. Bagi kaum ini, kebersamaan menjadi modal
utama kehidupan mereka.
Sedangkan
kaum petani pedesaan mengalami perubahan dari yang tadinya tradisional –hampir
seperti manusia primitive- kini beralih ke peasant
yang lebih mencari keuntugan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. Hal
ini terjadi seiring dengan Revolusi Industri, Industrialisasi yang masuk ke
sistem pertanian peasant membuat mereka mengalami kecendrungan untuk
mengonsumsi lebih dan adanya kekuasaan yang lebih tinggi –yang berfungsi untuk
menjual hasil pertanian peasant keluar
wilayahnya. Sehingga, biaya produksi semakin bertambah besar dan hasil yang
didapatkan peasant tidak bisa
mencukupi keperluannya –baik untuk kebutuhan rumah tangganya sendiri dan
kebutuhan untuk memelihara kekerabatan.
Dari
penjabaran di atas, dapat saya analisa bahwa ada sebuah sistem dalam peasant modern (peasant – Revolusi Petani Kedua) untuk mengalami kondisi seperti
itu –pemiskinan. Keterbatasan-keterbatasan dan ketegangan-ketegangan semakin
memperkeruh permasalahan yang ada, karena bukan hanya menyangkut rumah tangga peasant, tetapi tatanan sosial yang
hidup bersamanya. Juga bukan hanya masalah pertanian saja, tetapi
masalah-masalah lain yang lebih kompleks di luar pertanian. Sehingga, wajar
apabila pada akhirnya timbul gerakan-gerakan petani yang menuntut keadilan dan
kesamarataan kesejahteraan. Gerakan petani ini sebagai bentuk dari ekspresi
kegarangan dan kemarahan petani yang sudah tidak bisa terbendung lagi.
Berikut ini saya coba
untuk mengkomparasikannya dengan peasant yang
ada di Indonesia :
Konsep mengenai
peasant sekurang-kurangnya mengacu pada tiga pengertian yang berbeda.
Konsep pertama mengacu pada pandangan Gillian Hart (1986), Robert Hefner
(1990), dan Paul Alexander dkk (1991), yang menyatakan bahwa istilah peasant ditujukan kepada semua penduduk
pedesaan secara umum, tidak peduli apapun pekerjaan mereka. Konsep kedua
mengacu pada pandangan James C. Scott (1976) dan Wan Hashim (1984), yang
menyatakan bahwa peasant tidak mencakup seluruh pedesaan, tetapi hanya terbatas
kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Konsep ketiga atau
terakhir mengacu pada pandangan Eric Wolf yang kemudian diikuti oleh Frank
Ellis (1988), yang menyatakan bahwa peasant
ditujukan untuk menunjukkan golongan yang lebih terbatas lagi, yaitu hanya
kepada petani yang memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan
tersebut untuk mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi keperluan
hidupnya, bukan untuk dijual, atau yang di Indonesia biasa disebut sebagai
petani pemilik penggarap. (Witrianto, Makalah Apa dan
Siapa Petani)
Menurut Soekartawi,dkk dalam bukunya Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Kecil (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 1,
disebutkan bahwa Peasant atau yang biasa juga
disebut sebagai petani kecil, merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani
di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Ciri-ciri petani yang tergolong sebagai
peasant adalah sebagai berikut:
1. Mengusahakan pertanian dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang
meningkat.
2. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang
rendah.
3. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten.
4. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan
lainnya.
Pengertian
petani kecil yang telah disepakati pada seminar petani kecil di Jakarta pada
tahun 1979 (BPLPP, 1979), adalah:
1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg
beras per kapita per tahun.
2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar
lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani tersebut juga
mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di luar
Jawa.
3. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
4. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Wharton (1969) memperkirakan bahwa setengah dari penduduk dunia bergantung
kepada pertanian subsisten dan sekitar 40 persen tanah pertanian digarap oleh
petani kecil. Selanjutnya Wharton memperkirakan bahwa 60 persen dari semua
petani adalah petani kecil yang menghasilkan sekitar 40 persen dari seluruh
produksi pertanian. Mc Namara (1973) mengatakan bahwa lahan pertanian di dunia
berbentuk usahatani yang luasnya kurang dari 5 hektar. Usaha tani kecil yang jumlahnya
sekitar 130 juta ini menyediakan kehidupan langsung kepada milyaran penduduk.
Selanjutnya Mc Namara memperkirakan bahwa sebagian besar penduduk desa
negara-negara berkembang yang berjumlah sekitar 2,7 milyar pada tahun 2000,
menggantungkan diri mereka pada usahatani kecil. Meskipun ini hanya merupakan
perkiraan kasar, namun angka tersebut menunjukkan pentingnya peranan petani
kecil atau peasant dalam pembangunan dunia.
SUMBER :




makasiih kak (y)
BalasHapussalam kenal, sri juga antropologi UNAND :)
KABAR BAIK BERITA BAIK
BalasHapusSaya Nyonya Mirabel Daniels adalah kreditur pinjaman yang dapat diandalkan dan sah.
Kami menawarkan kondisi nyata dan mudah dengan tingkat bunga 2%. dari
$ 1.000 - $ 100.000. Euro dan Pounds IDR. Saya memberikan pinjaman kepada pengusaha juga untuk:
Kredit pribadi,
Pinjaman mahasiswa,
Kredit transportasi
Pinjaman bisnis.
pinjaman perusahaan
hubungi saya langsung untuk informasi lebih lanjut.
Email: mirabeldanielloanfirm@gmail.com
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut